Welcome to our website !

Online Magazine

Azzahra & Haula's Online Magazine

Antara Game, Kecanduan, dan Kerusakan Otak pada Anak

By 03.56



Saat anak-anak tahu bahwa mereka tidak diijinkan memakai laptop di hari sekolah kecuali Sabtu setelah pulang sekolah hingga hari Minggu, beberapa anak langsung mengajukan protes. Bahkan ada yang merasa “terjebak” bersekolah di IIHS karena larangan memakai laptop untuk main game. 

Dengan gaya diplomasi ia berkata,”Laptop itu hidup saya. Saya tak bisa konsentrasi belajar tak punya semangat hidup kalau tanpa laptop saya. Saya ini kan jagoan IT yang harus selalu bersentuhan dengan laptop untuk menuangkan ide-ide.”

Segala cara dilakukannya agar diberi dispensasi pemakaian laptop. Bahkan ia mulai mengancam orang tua untuk menariknya dari sekolah jika tetap tak diijinkan memakai laptop. Orang tua yang setiap hari mendengar keluh kesah anaknya tentang ketakberdayaannya hidup tanpa laptop akhirnya memohon ijin untuk si anak memakai laptop. Dengan tegas, Principal menolak.

“Jika satu orang diijinkan memakai laptop maka aturan takkan dianggap sebagai aturan lagi. Semua anak akan protes dan meminta hak yang sama untuk memakai laptop. Terpaksa kami harus konsisten bahwa anak hanya diijinkan memakai laptop di hari Sabtu dan Minggu kecuali jika guru memberikan tugas yang harus dibuat dengan bantuan laptop. Itupun guru harus membuat surat ijin kepada mursyid dan mursyidah agar si anak diijinkan memakai laptop disertai keterangan untuk pembuatan tugas, jam dan tempat pemakaian.”

Keputusan telah dibuat tak untuk dinego ulang atau ditangguhkan. Berlaku untuk semua orang. Ketika si anak ini tetap ngotot meminta ijin pemakaian laptop barulah terungkap kemudian jika ia akan menggunakannya bukan untuk mengerjakan proyek-proyek IT melainkan main game.

Jika orang tua menyadari, jika sebenarnya sang anaknya telah kecanduan game. Kecanduan game seharusnya tidak dianggap enteng karena merusak otak. Dari sebuah jurnal psikologi, para peneliti juga meneliti efek game terhadap sikap dan otak anak-anak. Anak-anak yang kecanduan game jadi kehilangan sense of struggle. Permainan game yang hanya mengandalkan pencapaian poin tertinggi dan semangat mengalahkan para pesaing dengan berbagai cara (diantaranya dengan mengunduh program cracker) membut anak-anak tidak peka terhadap nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat seperti toleransi, menghargai sesama, kejujuran dan menjunjung fair play. Anak-anak ini berlaku curang tanpa merasa bersalah agar bisa menang. Setelah otak anak-anak yang kecanduan game ini discanning ternyata ada simpul otak yang menilai nilai baik dan buruk, areanya mengecil bahkan hilang.

Menurut Sussy Yusna Dewi psikiater anak dan remaja RSJ Soeharto Heerjan ciri-ciri kecanduan game di antaranya adalah jika jam bermain game anak makin meningkat, anak menunjukkan ekspresi permusuhan dan marah jika jam bermain gamenya dikurangi atau dihentikan, dalam kasus yang lebih berat anak menjadi lupa waktu, lupa makan serta enggan bersosialisasi dengan keluarga dan teman serta tidak mau sekolah.

Saat ini sang psikiater menangani 11 kasus, naik 500% dari tahun sebelumnya yang hanya 2 kasus. Peningkatan ini terjadi karena mulai tumbuhnya kesadaran orang tua akan bahaya kecanduan game karena dapat membuat anak mengalami gangguan jiwa. Seorang pasiennya drop out dari fakultas kedokteran gigi ternama gara-gara kecanduan game. Harga yang sangat mahal untuk sebuah kesenangan tanpa manfaat. Kita semua pasti tak menginginkan hal itu yang akan terjadi pada anak didik kita yang kelak menjadi khalifah fil ardl.

Maka, dibutuhkan kerjasama orang tua dan pihak sekolah agar aturan penggunaan laptop yang memang harus dibatasi demi kepentingan si anak itu sendiri. Jika orang tua bersikap tegas dan bersikap satu suara dengan pihak sekolah dan asrama maka anak dari sikap keterpaksaan akhirnya bisa menerima toleransi bahwa ia hanya bisa bermain game 2 hari dalam seminggu.

Sekali lagi butuh penanaman secara terus menerus pada anak bahwa pembatasan penggunaan laptop untuk bermain game adalah demi kepentingannya sendiri. Dan yang juga harus disadari pemanjaan dan pemenuhan segala kebutuhan anak dengan mudah hanya akan merusak masa depannya.

Maka kerjasama orang tua, guru dan mursyid diperlukan untuk menjaga anak-anak kita terperangkap dalam jebakan game addicted. Satu hal mengerikan yang tak kita inginkan. Dibutuhkan kerjasama orang tua dan guru untuk mengawasi anak dalam penggunaan gadget. Banyak orang tua luluh saat anak merengek, tapi perlu Bapak dan Ibu ketahui bahwa ketegasan kita dalam bersikap terhadap anak akan membantu menyelamatkan masa depan anak dan juga kesehatan  otaknya.


You Might Also Like

0 komentar